Jakarta, DAMAREMAS.COM – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyuarakan keberatan keras terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru diterbitkan. Aturan ini mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dan remaja usia sekolah, yang dianggap Fikri tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan nasional dan norma agama.
“Beleid tersebut tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” tegas Fikri dalam keterangan tertulisnya.
Politisi dari PKS ini menyebut langkah pemerintah ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap tujuan besar pendidikan nasional yang telah dirintis oleh para pendiri bangsa.
Menurut Fikri, penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar sama saja dengan memfasilitasi budaya seks bebas. Ia berpendapat bahwa, alih-alih memerangi perilaku seks bebas, kebijakan ini malah menyediakan alat untuk melakukannya.
“Ini nalarnya kemana?” ujar Fikri dengan nada menyesal seperti dikutip dari laman resmi DPR RI.
Ia menekankan bahwa semangat pendidikan nasional harus berfokus pada budi pekerti dan norma-norma agama. “Tradisi yang telah diajarkan oleh orang tua kita adalah bagaimana mematuhi perintah agama dan menjaga hubungan dengan lawan jenis,” tambahnya.
Fikri juga menggarisbawahi pentingnya pendampingan dan konseling untuk siswa dan remaja dalam edukasi kesehatan reproduksi, dengan pendekatan yang sesuai dengan norma budaya dan agama.
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 pada 26 Juli 2024. Dalam beleid tersebut, Pasal 103 ayat (1) menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja mencakup pemberian komunikasi, informasi, edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Pasal 103 ayat (4) menambahkan bahwa pelayanan tersebut harus mencakup deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Kontroversi ini muncul di tengah upaya pemerintah untuk mengatasi isu kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Namun, Fikri dan beberapa pihak menilai bahwa kebijakan ini lebih cenderung memberikan dampak negatif daripada manfaat, terutama dalam konteks nilai-nilai pendidikan dan budaya di Indonesia.
Dengan pro dan kontra yang mengemuka, perdebatan tentang peraturan ini diharapkan bisa membawa kepada dialog konstruktif mengenai cara terbaik untuk mendidik dan melindungi generasi muda tanpa mengorbankan nilai-nilai luhur yang telah lama dianut.(ams)